Pemerintah perlu menimbang dengan matang, membolehkan sekolah menggelar belajar tatap muka. Sebab, saat ini pandemi Corona justru semakin parah. Selain itu, angka kematian anak akibat terpapar virus asal China itu di Indonesia tertinggi di Asia Pasifik.

Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B. Pulungan menyebutkan, kasus anak terpapar Corona dengan usia 0 sampai18 tahun di Tanah Air, mencapai 9 persen. Dan, angka kematiannya mencapai 3,2 persen atau tertinggi di Asia Pasifik.

“Kami menolak tegas rencana kegiatan belajar tatap muka di sekolah. Walaupun belajar di rumah bikin susah dan stress, tapi itu masih yang terbaik saat ini,” kata Aman dalam pernyataan resminya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Aman mengingatkan, tidak semua anak positif Covid-19 tak bergejala. Banyak juga dari mereka menderita gejala berat. Anak yang terpapar tentu bisa menjadi sumber penularan untuk orang di rumah dan sekitarnya.

“Itulah sebabnya para dokter anak menilai pembukaan kembali sekolah mengandung risiko tinggi. Ketika anak melanggar protokol kesehatan, baik sengaja maupun tidak, maka risiko penularan infeksi akan terjadi sangat tinggi,” terangnya.

Dia mengungkapkan, kasus Corona mengalami kenaikan di sejumlah negara maju setelah melakukan pembukaan sekolah. Antara lain di Korea Selatan, Prancis dan Amerika Serikat.

“Menimbang dan memperhatikan panduan dari WHO, (World Health Organization), data Covid-19 di Indonesia, IDAI memandang, pembelajaran melalui sistem jarak jauh adalah hal yang realistis,” tegasnya.

Epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono memiliki pandangan serupa. Disarankannya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak membuka sekolah tatap muka dalam waktu dekat. “Jakarta masih rawan,” ingatnya.

Menurutnya, jika Pemprov nekat membuka sekolah tahun depan berisiko munculnya klaster sekolah. Sebab, sekarang ini Jakarta masih zona merah. Sekalipun zona oranye, tetap masih tetap berisiko tinggi.

“Sabar sampai pandemi terkendali. Saat ini fokus saja tingkatkan tes, tracing, dan isolasi temuan kasus,” sarannya.

Dia menuturkan, Jakarta memiliki sarana dan prasarana pendidikan jauh lebih baik dari daerah lain. Menggelar pembelajaran jarak jauh tentu lebih baik. “Infrastruktur Jakarta siap, protokolnya siap, pengawasannya juga siap. Tetap saja pandemi lagi hebat begini, lebih baik diurungkan,” ujarnya.

Sementara, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) DKI Jakarta Adi Dasmin mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan survei kepada orangtua murid terkait rencana kegiatan belajar tatap muka di sekolah. Hasilnya, sebagian orangtua menyatakan setuju.

Alasannya, pertama, karena merasa tidak mampu membimbing putraputrinya di rumah. Selain itu, mereka tidak menguasai materi pembelajaran di sekolah. Juga ada yang mengaku tidak menguasai teknologi dalam pembelajaran online.

“Yang paling banyak setuju, orangtua dengan anak yang sekolah di tingkat sekolah dasar (SD),” ungkap Dasmin, di Jakarta, kemarin.

Selain itu, Dasmin mengatakan, tak sedikit orangtua terkendala sarana belajar. Misalnya orangtua yang memiliki tiga anak. Sementara, mereka hanya memiliki satu smartphone. Akhirnya, anak rebutan.

Rencana membuka sekolah tatap muka disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Menurutnya, belajar tatap muka akan dibuka mulai Januari tahun depan.

Namun demikian, Nadiem memberikan persyaratan. Yakni, harus mengantongi izin pemerintah daerah. Kemudian, harus atas persetujuan kepala Sekolah dan orangtua murid. Bagi sekolah yang sudah siap, kegiatan belajar mengajar tatap muka bakal berbeda dibanding kondisi normal.

Sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri, satu kelas maksimal 18 siswa. Dan, ada rotasi waktu masuk kelas. Kemudian, seluruh aktivitas kegiatan di sekolah akan dibatasi. Aktivitas kantin, kegiatan ekstrakurikuler, dan berkumpul di taman-taman, tidak diperbolehkan.

“Bolehnya hanya masuk sekolah, pulang sekolah. Protokol kesehatan akan sangat ketat,” tandas Nadiem.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masih mengkaji lebih dalam kebijakan sekolah tatap muka. Menurutnya, dirinya akan berkonsultasi lebih lanjut dengan para ahli di bidang kesehatan dan bidang pendidikan.

“Jadi, saat ini belum ada keputusan apakah bulan Januari akan mulai belajar di sekolah atau tidak, nanti kita akan komunikasi,” ujar Anies. [FAQ]

Sumber : Harian Rakyat Merdeka, Edisi 05 Desember 2020, Halaman 15