Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar menegaskan bahwa arah tujuan pembangunan berkelanjutan, atau SDGs desa harus memperhatikan kesehatan dan pendidikannya.
“Khusus di desa, kepedulian terhadap anak terangkum dalam tujuan SDGs Desa,” katanya saat memberikan Keynote Speech dalam Peluncuran dan Peresmian Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah (Stranas ATS) dan Diseminasi Nasional Hasil Monitoring Dampak COVID-19 terhadap Permasalahan Anak Tidak Sekolah yang diselenggarakan oleh Bappenas, Rabu,23 Desember 2020.
Sebagai perwujudan SDGs Desa keempat yaitu Pendidikan Desa Berkualitas, Kemendes PDTT menjalankan rencana aksi strategis nasional penanganan anak tidak sekolah (Stranas ATS). Tujuan Stranas ATS untuk memastikan adanya penguatan, perbaikan, perluasan, serta koordinasi yang lebih baik dan efektif dari berbagai program dan inisiatif pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan pelatihan anak-anak di Indonesia.
Langkah mendasar yang harus dijalankan yakni setiap desa harus memiliki data anak sekolah, anak putus sekolah dan anak tidak sekolah. “Data yang dikumpulkan dari desa dimiliki oleh desa dan digunakan untuk desa tersebut, dan akan tersedia dalam dashboard SDGs desa yang disediakan Kemendes PDTT,” ujar Gus Menteri.
Sebagai perwujudan SDGs Desa keempat yaitu Pendidikan Desa Berkualitas, Kemendes PDTT menjalankan rencana aksi strategis nasional penanganan anak tidak sekolah (Stranas ATS). Tujuan Stranas ATS untuk memastikan adanya penguatan, perbaikan, perluasan, serta koordinasi yang lebih baik dan efektif dari berbagai program dan inisiatif pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan pelatihan anak-anak di Indonesia.
Langkah mendasar yang harus dijalankan yakni setiap desa harus memiliki data anak sekolah, anak putus sekolah dan anak tidak sekolah. “Data yang dikumpulkan dari desa dimiliki oleh desa dan digunakan untuk desa tersebut, dan akan tersedia dalam dashboard SDGs desa yang disediakan Kemendes PDTT,” ujar Gus Menteri.
Dengan ketersediaan data, semua pembangunan di bidang pendidikan yang dilakukan oleh desa, supra desa, maupun oleh masyarakat menjadi lebih terarah, fokus dan langsung mengenai sasaran yang tepat, yaitu individu-individu anak yang rentan tidak sekolah maupun putus sekolah.
Program yang dapat dijalankan pemerintah desa misalnya menyalurkan bantuan biaya sekolah bagi anak didik sekolah atau bagi anak tidak sekolah atau putus sekolah. bantuan dapat berupa penyaluran peralatan persiapan untuk masuk sekolah bagi kalangan keluarga miskin, bantuan biaya pendidikan dalam bentuk transportasi, uang buku, seragam dan lain-lain hingga jenjang pendidikan menengah pertama dan atas.
“Pemberian bantuan biaya pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus juga perlu disiapkan, tentu termasuk penyediaan smartphone dan langganan internet bersama bagi anak-anak dan keluarga tidak mampu. Ketika pendidikan dilaksanakan secara daring, desa dapat juga membiayai operasionalisasi pelatihan anak-anak di luar jam sekolah,” kata Gus Menteri.
Data sensus 2017 memperkirakan 4,4 juta anak-anak usia 7 sampai 18 tahun yang tidak sekolah (ATS). Khusus di desa, angka partisipasi murni (APM) sekolah dasar Desa relatif telah serupa dengan kota. Namun, kesenjangan mulai muncul pada jenjang sekolah menengah. Menurut data pada 2019, APM sekolah dasar di desa 97 persen sedang di kota 98,18 persen. APM sekolah menengah pertama di desa 74,98 persen sementara di kota 81,89 persen, dan APM sekolah menengah atas di desa 49,6 persen sementara di kota 59,3 persen. (*)
sumber