Pendiri Yayasan Rumah Harapan Indonesia, Valencia Mieke Randa mengatakan, peringatan Hari Ibu perlu dijadikan momentum oleh negara untuk meningkatkan pendidikan terhadap perempuan.
Menurut Valencia, “Jika perempuan tidak belajar atau memiliki pengetahuan, diperkirakan mereka akan sulit membesarkan anak-anak yang hebat.”
Selain itu, kurangnya pengetahuan, berdampak pada perempuan tidak mengerti tentang pentingnya pemenuhan gizi pada anak.
Valencia menceritakan, anak-anak yang tinggal di Rumah Harapan Indonesia mudah terserang sakit karena malnutrisi. Bahkan, hal itu terjadi karena sejak masih di rahim ibu. Beberapa terlahir tidak sempurna, seperti disabilitas.
"Gizi ini penting bagi ibu mengandung yang melahirkan penerus bangsa. Jadi, ibu harus benar-benar diperhatikan oleh pemerintah," kata Valencia dalam diskusi ‘Perempuan Bergerak Mengubah Kehidupan Sosial’ secara virtual, Selasa (22/12).
Padahal, tegas dia, perempuan adalah pilar suatu negara. Apabila negara ini ingin kuat berdiri, maka pilarnya yang harus dikuatkan terlebih dulu.
"Jadi kalau kita negara ini terlihat megah, perempuannya yang harus diberdayakan, supaya mereka bisa melahirkan penerus-penerus bangsa yang kuat dan hebat," jelasnya.
Hak Perempuan di Politik
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership, Neni Nur Hayati berharap, Hari Ibu tidak hanya sekadar dijadikan peringatan. Tapi, momentum untuk refleksi, serta memberi penyadaran soal hak-hak yang sulit didapat perempuan khususnya di bidang politik.
Padahal, keterwakilan perempuan sejatinya telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD. PKPU itu mensyaratkan parpol harus memuat 30% keterwakilan perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil).
Ia menuturkan, secara statistik keterwakilan perempuan di parlemen memang selalu meningkat. Namun, kehadiran perempuan di parlemen saat ini juga belum sesuai dengan harapan, dalam mewujudkan kesetaraan gender di bidang politik.
Neni menegaskan, perempuan perlu mengambil kepemimpinan baik di tingkat nasional maupun daerah. Hal itu karena sampai saat ini ada banyak regulasi yang lemah dan tidak berpihak pada perempuan. Jadi, perempuan kerap kali diperlakukan dengan tidak adil.
"Demokratisasi di internal partai politik juga perempuan belum efektif, masih hanya sebatas menjadi pelengkap saja belum pada substansi," ucap Neni.
Untuk itu, sambung dia, sudah saatnya perempuan mengambil peranan penting dalam bidangnya masing-masing. Ia mendorong perempuan untuk melakukan sekecil apapun peran yang ada, sehingga bisa memiliki manfaat bagi perempuan lain dalam pembangunan di Indonesia. (Maidian Reviani)
sumber