Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Paud Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Jumeri mengatakan, tingkat proporsi anemia pada murid di Indonesia lebih dari 20 persen. Padahal, World Health Organisation (WHO) memiliki standar bahwa prevalensi anemia harus berada di bawah 20 persen.
“Hasil pendataan tahun 2018, disebutkan bahwa prevelensi anemia balita kita masih 38,5 persen, usia sekolah 26,5 persen dan anak remaja 15 sampai 24 tahun masih cukup tinggi 32 persen,” terang dia dalam Diskusi Publik Optimalkan Gizi Anak SD Menuju Remaja Sehat Bebas Anemia, Senin (25/1).
Diduga, anak usia sekolah di Indonesia memiliki gizi yang buruk atau mengalami stunting. Oleh karenanya, dia mengatakan bahwa anak Indonesia harus mampu menekan angka tersebut sesuai standar WHO.
“Kita masih memerlukan perjuangan yang keras, untuk bisa memastikan anak-anak kita sekolah kita punya status gizi yang baik, pada gilirannya mampu mengakses pembelajaran,” tambahnya.
Apabila gizi anak usia sekolah di Indonesia terpenuhi, para murid akan lebih mudah menerima dan mencerna pembelajaran. Pasalnya, anemia dipengaruhi oleh tingkat kualitas gizi yang menurunkan fokus belajar.
“Kita harus bisa menghasilkan generasi yang memiliki hasil belajar yang tinggi, yang akhirnya bisa menjadi generasi ynag hebat di masa depan,” kata Jumeri.
Adapun, ia mengharapkan adanya kerja sama antara keluarga, sekolah dan pemerintah untuk terus berupaya dalam pemenuhan gizi anak.
“Kolaborasi antara berbagai pihak termasuk pemerintah, pemerintah daerah, keluarga, masyarakat dan lembaga dalam mencegah anemia sejak anak SD,” pungkas dia.
sumber
Homeschooling - Bimbel Les Privat - UTBK Kedokteran PTN - Kuliah Online - PKBM ✅